Kalau anda ditanya “siapakah diri anda sebenarnya”, maka kita pun bingung menjawabnya karena kita sendiri tidak mengenal diri kita sendiri. “Siapakah saya?” merupakan pertanyaan yang membingungkan, walaupun itu tentang diri kita sendiri, dan kita yakin bahwa yang mengetahui hal itu adalah kita sendiri. Kenyataannya banyak hal yang kita tidak ketahui tentang diri kita sendiri.
Kalau tidak tahu, sebaiknya kita diam, tetapi manusia memang berbeda untuk menutupi ketidaktahuannya maka ia malah berbicara banyak tentang dirinya sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada saat orang berbohong. Saat seseorang berbohong, maka yang ia lakukan adalah mengarang cerita tentang dirinya sendiri, misalnya bahwa saat itu ia sedang berada di tempat lain, menunjukkan sifat dirinya yang berbeda, dan lain sebagainya. Dan untuk menutupi kebohongan yang satu, ia mengarang kebohongan yang lain, sehingga akhirnya terbukti bahwa kebohongan yang satu bertolak belakang dengan kebohongan yang lain, sehingga terbongkarlah ketidakbenaran tersebut.
Jadi sebenarnya kita pun sering memakai topeng. Menurut Nietzche, semua kata adalah topeng. Topeng bukanlah alat untuk menutupi kedangkalan, justru sebaliknya yang terjadi semua yang dalam menyukai topeng. Topeng akan terbentuk dengan sendirinya tanpa henti di seputar roh yang dalam karena tiap kata-katanya, tindakan, dan pernyataannya selalu menjadi objek interpretasi yang salah, artinya datar” (selanjutnya dapat anda baca di http://books.google.co.id/books?id=Id6kShqbeTUC&pg=PR12&lpg=PR12&dq=nietzsche+menutupi&source=bl&ots=x_xncAqvZX&sig=qVMRtFaGPuiErTi5mI9-FoP7O00&hl=id&ei=8DIATeXfH43krAeYzYGRDw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDUQ6AEwBQ#v=onepage&q=nietzsche%20menutupi&f=false).
Untuk lebih mengenali Nietzsche, maka silahkan anda lihat catatan singkat saya di bawah ini.
Catatan:
Nietzsche adalah seorang filsuf kelahiran Jerman yang memiliki pemikiran kontroversial, radikal, frontal, serta ateistik. Ia dikenal sebagai “sang pembunuh Tuhan” (lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Nietzsche).
Menurutnya “ Tuhan sudah mati. Dan kita telah membunuhnya. Bagaimanakah kita, pembunuh dari semua pembunuh, menghibur diri kita sendiri? Yang paling suci dan paling perkasa dari semua yang pernah dimiliki dunia telah berdarah hingga mati di ujung pisau kita sendiri. Siapakah yang akan menyapukan darahnya dari kita? Dengan air apakah kita dapat menyucikan diri kita? Pesta-pesta penebusan apakah, permainan-permainan suci apakah yang perlu kita ciptakan? Bukankah kebesaran dari perbuatan ini terlalu besar bagi kita? Tidakkah seharusnya kita sendiri menjadi tuhan-tuhan semata-mata supaya layak akan hal itu [pembunuhan Tuhan]?
Nietzsche tidak mengatakan “aku” tetapi mengatakan “kita”; hal ini merupakan kritikannya atas zamannya dan sejarah peradaban Eropa, ia merefleksikannya, dan akhirnya menyatakan bahwa sejarah zamannya adalah pembunuhan Tuhan, zaman hilangnya orientasi, peradaban nihilistik (selanjutnya dapat dilihat di http://books.google.co.id/books?id=Id6kShqbeTUC&pg=PR12&lpg=PR12&dq=nietzsche+menutupi&source=bl&ots=x_xncAqvZX&sig=qVMRtFaGPuiErTi5mI9-FoP7O00&hl=id&ei=8DIATeXfH43krAeYzYGRDw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=6&ved=0CDUQ6AEwBQ#v=onepage&q=nietzsche%20menutupi&f=false).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar