Tujuan seorang guru atau orang tua bukan untuk membentuk murid atau anak sesuai keinginannya, tetapi mengembangkannya sehingga mereka dapat mewujudkan keinginannya sendiri.
Banyak orang tua atau guru yang terlalu keras dalam mendidik anak atau muridnya, karena mereka memiliki pandangan sendiri, sehingga memaksakan hal tersebut. Bila kita lihat dari si anak atau murid tersebut, mungkin ia sangat stress karena melakukan hal yang tidak dia sukai, akibatnya ia tidak mengalami kebahagiaan. Misalnya ada seorang anak yang kuliah di Fakultas Kedokteran karena dorongan dari orang tuanya, padahal si anak tersebut ingin kuliah di Fakultas Sastra yang sesuai dengan kemampuan dan panggilan hidupnya sendiri. Tetapi karena ia tidak berdaya akhirnya ia mengikuti kehendak orang tuanya kuliah di Fakultas Kedokteran. Apa yang terjadi? Waktu memasuki tahun ke dua, si anak ini mengalami depressi; ia tidak memiliki kepercayaan diri lagi, sehingga terpaksa berhenti kuliah dan perlu pemulihan kembali selama hampir satu tahu. Nah … jelas yang rugi dan menderita bukan hanya si anak, tetapi orang tuanya pun kecewa dan menderita juga.
Untuk itu marilah kita menyadari bahwa yang menurut kita baik belum tentu cocok untuk orang lain, termasuk pasangan hidup dan anak-anak kita. Bagi seorang guru, jelas murid itu adalah titipan dari orang tua, dan bagi orang tua kita juga harus menyadari bahwa anak adalah titipan Tuhan yang perlu kita pelihara dan fasilitasi agar ia dapat bertumbuh dan berkembang secara positif sesuai dengan keinginannya.
Ingatlah bahwa setiap anak itu unik, mereka memiliki bakat dan minat masing-masing, karena itu para orang tua atau guru hendaknya memposisikan diri cukup sebagai fasilitator dalam mendidik anak atau murid, dan tidak memaksakan kehendak kita sendiri.
Banyak orang tua atau guru yang terlalu keras dalam mendidik anak atau muridnya, karena mereka memiliki pandangan sendiri, sehingga memaksakan hal tersebut. Bila kita lihat dari si anak atau murid tersebut, mungkin ia sangat stress karena melakukan hal yang tidak dia sukai, akibatnya ia tidak mengalami kebahagiaan. Misalnya ada seorang anak yang kuliah di Fakultas Kedokteran karena dorongan dari orang tuanya, padahal si anak tersebut ingin kuliah di Fakultas Sastra yang sesuai dengan kemampuan dan panggilan hidupnya sendiri. Tetapi karena ia tidak berdaya akhirnya ia mengikuti kehendak orang tuanya kuliah di Fakultas Kedokteran. Apa yang terjadi? Waktu memasuki tahun ke dua, si anak ini mengalami depressi; ia tidak memiliki kepercayaan diri lagi, sehingga terpaksa berhenti kuliah dan perlu pemulihan kembali selama hampir satu tahu. Nah … jelas yang rugi dan menderita bukan hanya si anak, tetapi orang tuanya pun kecewa dan menderita juga.
Untuk itu marilah kita menyadari bahwa yang menurut kita baik belum tentu cocok untuk orang lain, termasuk pasangan hidup dan anak-anak kita. Bagi seorang guru, jelas murid itu adalah titipan dari orang tua, dan bagi orang tua kita juga harus menyadari bahwa anak adalah titipan Tuhan yang perlu kita pelihara dan fasilitasi agar ia dapat bertumbuh dan berkembang secara positif sesuai dengan keinginannya.
Ingatlah bahwa setiap anak itu unik, mereka memiliki bakat dan minat masing-masing, karena itu para orang tua atau guru hendaknya memposisikan diri cukup sebagai fasilitator dalam mendidik anak atau murid, dan tidak memaksakan kehendak kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar