Pada masa-masa suram dalam kehidupan kami, setelah terbunuhnya putri kami yang berusia 18 tahun, aku dan suamiku menerima banyak telpon dari teman dan kerabat yang berdoa untuk kami pada saat paling menyedihkan itu. Namun, ada satu telpon dari temanku yang paling kuingat. Saat itu dia bertanya, "Apa yang dapat kudoakan bagimu?"
Tanpa ragu, aku menjawab, "Berdoalah agar kasih Allah cukup untuk mengatasi kemarahan dan kepedihan kami."
Dari awal perjuangan kami mengalahkan kesedihan, kami menyadari bahwa musuh kami yang sebenarnya bukanlah laki-laki yang membunuh putri kami. Musuh terbesar adalah kemarahan kami sendiri. Meski kami tidak dapat memadamkan amarah kami sebelum matahari terbenam, seperti anjuran Paulus, kami sungguh menyadari kuasa amarah yang merusak. Kami segera mulai berdoa agar kami tidak menjadi korban kemarahan dan dendam.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, perlahan aku mulai melihat betapa Allah menjawab doaku, temasuk doa yang dipanjatkan temanku itu. Pada saat-saat tertentu, amarah mengauasiku, namun kasih Allah selalu cukup membantuku untuk tidak terperangkap dalam amarahku.
Efesus 4:26-27Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu, dan janganlah beri kesempatan kepada iblis.
Sumber : Saat Teduh BPK Gunung Mulia - Jakarta - Indonesia
Jum'at, 31 Agustus 2007
Bonnie R. Wheat (Texas)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar